Takdir di Ujung Doa Bab 7

"Saat Takdir Menyelipkan Luka" (POV Naya) Aku masih ingat hari itu, hari di mana semua doa-doaku menggantung setengah jalan, karena Tuhan menjawabnya dengan cara yang tidak pernah kumengerti. Sore itu, Ayah memanggilku ke ruang tamu. Di sana, duduk seorang lelaki yang belum pernah kulihat sebelumnya — Fathan — dengan sorot mata tenang dan senyum yang begitu santun. "Anakku, Naya...," suara Ayah berat, tapi hangat. "Kami sudah bermusyawarah. InsyaAllah, Fathan adalah lelaki pilihan yang terbaik untukmu." Aku hanya diam. Di dadaku, suara gemuruh lain berteriak-teriak — sebuah nama yang selama ini kutanam dalam diam: Arka. Aku pernah bermimpi tentang hari itu, tapi dalam mimpiku, yang duduk di hadapanku bukanlah lelaki ini, melainkan seseorang yang sudah lama kusembunyikan dalam lapisan-lapisan takdir yang rapuh. Aku menunduk. Jilbabku terasa lebih berat dari biasanya. Suaraku tercekat di tenggorokan. "Bagaimana, Naya?" tanya Ibu ...